Di minggu yang super hectic ini, gue mau share sedikit tentang karya tulisan gue. Jadi, pas liburan panjang kemarin, gue ikut salah satu lomba yang diadakan oleh Kampung Halaman. Gue menulis opini remaja tentang hal-hal "sensitif" yang berkaitan sama masalah-masalah sosial-remaja gitu deh. Thank God, gue menang sebagai 3 terbesar dari 20-an orang yang ikutan (Ga begitu kompetitif...mungkin, tapi gue bangga). Gue sempet nulis di blog gue yang lain, tapi sekarang gue memutuskan untuk ga pake blog itu. Ya karena blog yang ini aja udah gersang, apalagi yang satu itu? Udah kayak kota mati aja. HAHAHA.
Hmm...ya pokoknya gue jadinya mau share disini. Apa yang gue tulis waktu itu.
*
Kali ini gue mau berpartipasi di ajang lomba menulis blog yang diadakan Yayasan Kampung Halaman dengan tema “Kita Sensitif”. Gue tertarik banget untuk menyuarakan isi hati seorang anak berumur 18 tahun sebagai tanda gue juga peduli dan “sensitif” dengan lingkungan sekitar gue.
Ngomong-ngomong soal sensitif, banyak orang yang mengartikan sensitif sebagai hal yang negatif. Dan gue rasa itu salah besar. Gue baca salah satu artikel di internet bahwa sensitif itu selalu diartikan negatif karena dipikirkan secara negatif. Coba kalo kita pikirkan apa positifnya, pasti ada sisi positif yang bisa kita ambil. Bagi gue, sensitif itu cuman rasa peka terhadap kehidupan sehari-hari kita dan semua orang pasti mengalaminya, termasuk gue. Jadi, jangan dicap jelek dulu ya.
Enough buat ngomongin arti dari sensitif, gue akan lanjut ke salah satu pertanyaan berikut ini. “Kenapa kita musti sensitif sama hal yang katanya sensitif?”
Di Indonesia, ga bisa dipungkiri banyak fenomena dalam kehidupan bermasyarakat yang membuat orang-orang kita sensitif. Masalah ras, agama, kebudayaan, dan segala macamnya bisa jadi hal sensitif untuk dibicarakan. Masih banyak orang tua yang berpikiran kuno dengan tidak membiarkan anaknya bergaul dengan orang lain yang “berbeda” dari mereka. Itu terjadi kepada teman-teman gue dan ini real. Ini terjadi di Indonesia.
Semua orang sering mendengarnya. Lo ga bisa nge-judge orang dari luarnya aja. Bukan berarti mereka berbeda, mereka bukan orang yang baik. Banyak orang tua kita yang berpikiran seperti itu. Tapi, ayolah generasi muda. Think! Being different is not a crime. Menurut gue, beda itu pasti terjadi dimana-mana, di belahan dunia manapun. Bayangin aja kalo kita semua sama. Pasti bakalan berasa aneh karena semua orang berperilaku sama, monoton, dan gitu-gitu aja. Hidup kita bakalan ga seru sama sekali.
Gue melihatnya dari sudut pandang positif aja. Gue sensitif tentang hal ini, berarti gue peduli sama lingkungan gue. Gue mau sharing pengalaman gue ketika mau mendaftar ke salah satu sekolah film di Jakarta. Awalnya gue takut ga bisa beradaptasi dengan teman-teman baru gue. Mereka beda ras, beda agama, dan beda kebudayaan sama gue. Sebagai kaum minoritas, gue biasanya hidup bareng teman-teman gue dari kaum yang sama. Gue khawatir kalau taste dan jalan pikir mereka beda. Gue mulai berpikir yang aneh-aneh dan rasanya ga enak banget naruh curiga sama orang yang belum kita kenal sama sekali.
And guess what? Setelah waktu berjalan dan gue akhirnya ngobrol sama mereka, somehow I found them interesting. Jauh berbeda dari bayangan gue, mereka sangat friendly dan outgoing. Gue merasa asik ngobrol sama mereka dan mereka ga keberatan buat ngajak ngobrol gue.
Disitu gue mikir. Indahnya perbedaan. Tanpa perbedaan, kita cuman tahu satu sisi dari kehidupan. Dengan perbedaan, mata kita terbuka melihat hal-hal baru. Perbedaan itu bukan seperti halangan untuk bersatu. Malah, bisa dijadikan alasan untuk hidup bersama karena kita bisa saling melengkapi. Saling membutuhkan.
Coba pikirkan baik-baik, jika kita terlalu sensitif dengan hal-hal seperti ini. Kita tidak pernah saling mengenal, saling mengerti, makanya kita tidak mau berhubungan. Seandainya, kita membangun jembatan diantara perbedaan itu, dijamin hidup bakalan terasa lebih indah dan lebih bermanfaat. Ya kan? Ya kan?
Gue ga akan bahas soal Bhinneka Tunggal Ika, soalnya semboyan itu sering banget disebut, tapi ga pernah ada efeknya. Buktinya, gue rasain sendiri. 12 tahun lebih gue sekolah dan hafal semboyan itu, tapi ga ada perubahan berarti dengan menghafalnya. Actually, semboyan itu ga akan berguna kalo kita ga meresapinya dalam hati. Cie elah.
Gue berharap suara hati gue ini, bisa terbaca oleh banyak orang diluar sana. Semoga dengan uraian kata-kata di blog ini dapat mengubah pemikiran kita dari segi dan aspek manapun. The last but not the least, untuk teman-teman sekalian, kakak-adik, om-tante, kakek-nenek, STAY POSITIVE tentang hal-hal sensitif yang terjadi dalam hidup kita. Ketika kita melihatnya dari sudut pandang berbeda, hasilnya pun akan berbeda kok. Yay!
Once again, #KITASENSITIF karena #KITAPEDULI. Have a nice day!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar